87News.com,Ambon – Gerakan Advokasi Untuk Indonesia Bersih (GAUIB) menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengalami kemerosotan dalam melakukan penindakan hukum terhadap para terduga pelaku tindak pidana korupsi.
Pernyataan tegas GAUIB ini terkait kasus dugaan korupsi pematangan lahan kota Tiakur, Kabupaten Maluku Barat Daya, dimana sejumlah orang telah diperiksa oleh penyidik KPK termasuk Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Orno dan adik kandungnya Francois “Aleka” Orno
Dalam rilis yang diterima redaksi delapan7news.com, Jumat (17/12), GAUIB menjelaskan, korupsi adalah extra ordinary crime (tindak pidana luar biasa), dimana masalah besar yang dihadapi Kabupaten MBD hari ini adalah merajalelanya korupsi yang telah merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di Kabupaten MBD.
“Korupsi di Kabupaten MBD sudah meluas dan sistematis. Olehnya itu maka, kami membutuhkan pemberantasan korupsi yag luar bisa di MBD. Beberapa kasus dugaan korupsi di Kabupaen MBD yang kini tengah bergulir di dipengadilan Tipikor Ambon, juga menyeret nama mantan Bupati MBD, Barnabas Nataniel Orno yang kini adalah Wakil Gubernur Maluku. Namun Abas seolah kebal hukum, ” jelas Ketua GAUIB, Fredy Umlemlem.
Lebih lanjut GAUIB menjelaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi tengah menangani enam kasus dugaan korupsi di Maluku dan salah satunya adalah kasus dugaan korupsi pematangan lahan kota Tiakur, ibu kota Kabupaten Maluku Barat Daya. Bahkan sejumlah orang sudah diperiksa, termasuk Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Nataniel Orno yang saat itu menjabat sebagai Bupati Maluku Barat Daya. Selain Barnabas Orno, mereka yang sudah diperiksa penyidik KPK adalah Francois “Aleka” Orno yang adalah adik kandung wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno. Kemudian Banjar Nahor, dan Haryana yang mana diduga kuat ikut mengelola proyek tersebut lewat tangan adik Aleka Orno, sehingga anggaran proyek ini bisa dicairkan 100 persen sebelum proyek selesai dikerjakan.
Dugaan kuat adanya keterlibatan Wagub Maluku, Barnabas Orno dalam kasus tersebut adalah ketika dari hanphone pribadi milik Bandjar Nahor dan juga pengakuan Bandjar terungkap keterlibatan sejumlah orang dalam kasus tersebut. Dari hanphone pribadi milik Bandjar Nahor juga terungkap fakta baru, yang mana saat dia diperiksa oleh penyidik di gedung KPK, saat itu Bandjar Nahor di telepon oleh Barnabas Orno. Padahal sebelumnya Banjar Nahor mengaku tidak mengenal bahkan tidak pernah berhubungan dengan Barnabas Orno. Hal ini menjadi fakta baru dugaan adanya keterlibatan wagub Maluku dalam kasus tersebut. Sayangnya, kasus yang ditangani sejak 18 Desember 2019 oleh KPK seakan berjalan ditempat, padahal nilai kerugian negara yang ditimbulkan kurang lebih Rp. 8 miliar.
GAUIB pada rilisnya menegaskan, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Komisi Pemberantasan Korupsi harus dilandasi dengan asas keterbukaan sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam memperlakukan kasus ini.
Olehnya itu Gerakan Advokasi Untuk Indonesia Bersih (GAUIB) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menerapkan asas kepastian hukum dan keterbukaan dalam kelanjutan proses hukum penyelesaian proses hukum penyelesaian kasus Pematangan Lahan Tikaur Maluku Barat Daya (MBD) dengan memberikan informasi terkait dengan perkembangan terbaru mengenai kasus ini kepada publik.
Meminta KPK segera melakukan penetapan tersangka terhadap para terduga kasus korupsi Pematangan Lahan Tiakur, Maluku Barat Daya, terutama Barnabas Nataniel Orno dan Frangcois Orno serta pihak lainnya yang diduga ikut terlibat.
Meminta KPK segera melakukan penangkapan dan penahanan terhadap para terduga kasus korupsi Pematangan Lahan Tiakur Maluku Barat Daya (MBD).(**)