87NEWS.com,Ambon – Bendahara PDAM Maluku Barat Daya (MBD), Ana Wyta, yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri MBD sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana penyertaan modal di kantor PDAM MBD dengan terdakwa Jansen Leunupun, Rabu (2/10), membeberkan kejahatan terdakwa Jansen Leunupun saat menjabat sebagai direktur PDAM MBD tahun 2014-2016.
Saksi Wyta mengaku, pada pada 26 Mei 2015, saat dirinya melakukan pencarian dana penyertaan modal. Ia disuruh juga untuk mencairkan anggaran perjalanan dinas terhadap dua pegawai PDAM masing Muhamad T, sebesar Rp,10 juta dan Edison Leunupun yang dicairkan dalam dua tahap, tahap pertama Rp.5 juta dan tahap kedua Rp. 7 juta lebih. Namun dana tersebut diserahkan kepada terdakwa namun kegiatan perjalanan dinas tidak dilakukan, dan dirinya harus membuat laporan pertanggungjawaban fiktif.
“Perjalanan dinas tidak pernah dilakukan namun dananya cair, tapi terdakwa yang menyuruh untuk serahkan kepadanya. Dalam nota perjalanan dinas itu tertulis melakukan perjalanan dinas ke Saumlaki, Kota Ambon dan PDAM Cabang Tepa,” urai saksi.
Saksi menambahkan, selain itu ketika dirinya menjabat selaku bendahara, dia tidak pernah melakukan pembayaran karyawan PDAM di tingkat anak cabang yang tersebar di beberapa Kecamatan di Kabupaten MBD, namun dia hanya membayar gaji karyawan khususnya di tingakat Kabupaten.
“Kalau untuk pembayaran gaji kepada anak-anak cabang itu tidak pernah ada ketika saya menjabat. Saya hanya membayar gaji di Kantor induk PDAM di Tiakur,” katanya.
Saksi Wyta melanjutkan, yang parahnya lagi terdakwa sering meminta uang ke saksi untuk kebutuhan pribadi dan keluarganya. Bahwa terdakwa memberikan nota kosong yang selanjutnya diberikan ke saksi untuk diisi dan dilampirkan ke laporan pertanggungjawaban untuk menutup LPJ yang digunakan untuk kebutuhan pribadi.
Sementara untuk pencairan lainnya, untuk pembelian dana pipanisasi di Kota Makasar. Saat itu terdakwa berangkat ke Makasar dan menelpon saksi untuk mencairkan dana sebesar Rp.582 juta di tahun 2015.
Uang tersebut dibelanjakan dengan dana sebesar Rp,300 juta lebih, sementara dana sisanya tidak dikembalikan terdakwa. Terdakwa beralasan dana sisanya akan digunakan untuk pembangunan gudang dengan senilai Rp.100 juta lebih.
“Selain itu yang saya tahu dana-dana itu dipakai Rp,20 juta untuk pembayaran gaji karyawan, kalau sisanya saya sudah tidak tahu,” tandasnya.
Pada persidangan Rabu (2/10) kemarin, selain bendahara PDAM seharusnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi lainnya, masing-masing Danu Ratuhalono selaku karyawan PDAM di Wonreli, Rido Samloy karyawan Depot pengisian BBM di Tiakur, Adolop Unawekla Kabag Keuangan di PDAM MBD. Hanya saja terdakwa sedang mengalami sakit sehingga pemeriksaan ketiga saksi tersebut ditunda hingga minggu depan.(**)