87News.com,Ambon – Dipenghujung tahun 2023, publik Maluku dikejutkan dengan aksi akrobatik penegak hukum di Propinsi seribu pulau ini. Satu persatu Pejabat penting di sejumlah kabupaten ditindak. Ada yang ditahan ada pula yang baru ditetapkan sebagai tersangka. Yang paling terakhir di penghujung tahun ini adalah penahanan tiga ASN di lingkup pemerintah kota Ambon, yakni Kepala Dinas Infokom Joy Adrianz, Kabag pokja pengadaan barang dan jasa Charli Tomasoa dan anggota pokja Hendra Pesiwarissa.
Oleh penyidik Kejaksaan Negeri Ambon tiga ASN Pemkot Ambon ini disangkakan melalukan korupsi pada proyek command center milik Pemkot Ambon yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp. 500 juta. Kini ketiga ASN Pemkot Ambon tersebut telah menjadi tahanan kejaksaan dan di tahan di rumah tahanan Waiheru.
Penahanan ketiga ASN Pemkot Ambon ini menimbulkan spekulasi miring di masyarakat terhadap kinerja Kejaksaan Negeri Ambon. Masyarakat menilai ada unsur tebang pilih dalam penegakan hukum oleh Kejari Ambon, karena ada kasus besar dengan kerugian negara mencapai puluhan milyar rupiah namun tidak dilirik oleh pihak Kejaksaan.
Arahman Ginting salah satu penggiat anti korupsi di Kota Ambon menilai ada “main mata” antara pihak kejaksaan dengan pelaku korupsi di Pemkot Ambon yang hingga kini tidak tersentuh hukum. Pasalnya menurut Arahman, penyalahgunaan keuangan daerah Kota Ambon sebesar Rp. 33 milyar yang merupakan temuan BPK RI Wilayah Maluku pada LHKP Kota Ambon tahun 2022 hingga kini tidak ditindak lanjuti, padahal itu merupakan hasil audit lembaga negara yang tidak tidak mingkin direkayasa.
“Saya jadi heran dengan jaksa di Maluku ini. Kenapa dugaan korupsi yang hanya merugikan negara sebesar kurang lebih 500 juta pelakunya langsung disikat, tapi pelaku korupsi 33 milyar di Pemkot Ambon masih bebas. Apa mungkin ada main mata antara Jaksa dengan sang pelaku korupsi tersebut? Jaksa harus fair, “tegas Ginting.
Sementara itu, praktisi hukum Marnex Feryson Salmon berpendapat bahwa, jaksa harus lebih profesional dalam memberantas kasus korupsi apalagi dugaan kerugiannya fantastis, jangan hanya memberantas kasus korupsi dengan nilai kerugian ratusan juta saja. Jangan sampai opini pulik bahwa kasus Infokom dipakai utk menutupi kasus lain yg nilainya fantastis.
“Sudah ada temuan adanya indikasi penyelewengan keuangan daerah sebesar Rp.33 milyar di Sekretariat Kota Ambon pada hasil audit BPK RI Wilayah Maluku, namun aparat penegak hukum di negeri ini sepertinya buta karena tidak dapat melihat, ” jelas Salmon dengan nada kesal.
Dikatakannya, pada rekomendasi BPK RI atas temuan tersebut adalah, memerintahkan Sekretaris Kota Ambon, Agus Ririmasse untuk segera mengembalikan seluruh kerugian negara paling lambat 60 hari setelah dikeluarkannya rekomendasi tersebut. Walau begitu, hingga batas waktu yang ditentukan, Sekretaris Kota Ambon belum juga mengembalikan seluruh kerugian keuangan negara tersebut.
“BPK juga sepertinya sudah masuk angin, karena tidak ada rekomendasi dari BPK RI Perwakilan Maluku untuk menindaklanjutinya, padahal sudah melampaui batas waktu 60 hari. Ada apa dibalik semua ini, ” cibirnya.
“Seharusnya setelah melewati batas waktu 60 hari BPK RI Perwakilan Maluku harus menyurati APH untuk menindak lanjuti rekomendasi sesuai ketentuan hukum yang berlaku, ” pungkas Salmon.(**)