87News.com,Ambon – Walikota Ambon Richard Louhenapessy (RL), sudah resmi menjadi tahanan KPK sejak 13 Mei 2022 kemarin dan mendekam di rumah tahanan KPK, atas kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Namun ada fakta lain yang cukup menggelitik, yakni saat menerima panggilan kedua, RL sempat mengelabui penyidik KPK dengan mengaku tengah menjalani perawatan medis. Namun belakangan diketahui RL masih sempat jalan-jalan di salah sat mal di Jakarta.
Hal ini diungkapkan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/5) kemarin.
“Pada saat dalam pengawasan kemarin itu hanya cabut jahitan dan suntik antibiotik. Kemudian masih sempat jalan-jalan di mal, artinya ini dalam keadaan sehat,” ungkap Karyoto.
Selain itu, kata dia, KPK juga berkonsultasi dengan dokter untuk menanyakan dan juga memastikan kondisi kesehatan Wali Kota Ambon tersebut.
“Kami pesan kepada penyidik coba ditanyakan kepada tim dokter menanyakan sejauh mana tingkat sakitnya itu,” ujar Karyoto.
Lebih lanjut, Karyoto mengatakan pemanggilan Richard pada Jumat, 13 Mei adalah yang kedua kalinya dalam kapasitas statusnya yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Awalnya memang ini adalah panggilan kedua sebagai tersangka dan yang bersangkutan melalui pengacaranya membuat permohonan untuk ditunda dengan alasan sakit. Sakit dalam istilah perundang-undangan adalah alasan yang patut dan wajar. Namun, kalau keadaan sakit ini hanya dijadikan alasan bisa menjadi hal-hal yang merugikan yang bersangkutan,” jelas Karyoto.
Diketahui, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan suap pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail atau minimarket tahun 2020 di Kota Ambon. Mereka adalah Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy (RL), Staf Tata Usaha Pimpinan Pemkot Ambon, Andrew Erin Hehanusa (AEH) dan Karyawan Alfamidi, Amri (AR).
Atas perbuatannya, tersangka AR disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 a atau pasal 5 ayat 1 huruf B atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor. Sedangkan tersangka RL dan AEH disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan atau pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999.(**)