Oleh : Prof. Dr. Ir. Alex S.W Retrawubun, M.Sc
Dalam pertengahan Tahun 2010 tepatnya tanggal 10 Agustus 2010 Presiden RI pidato di Pelabuhan Laut Yos Sudarso Ambon dalam rangka perayaan Sail Banda mengemukakan Pemerintah ingin menjadikan Maluku Sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN).
Atas dasar itu, Gubernur Maluku membentuk TIM menyusun konsep Maluku Sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) dan disampaikan pada kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian terkait lainnya di pusat. Seiring berjalannya waktu kurang lebih 4 tahun lamanya sejak konsep itu ditawarkan ke pemerintah pusat tak meraih hasil apa-apa, sehingga terjadi pergantian kepemerintahan pusat dan Provinsi Maluku pada tahun 2014 melahirkan semangat baru dimana pada tanggal 27 Agustus 2014 Menteri Kelautan dan Perikanan menandatangani MoU dengan Gubernur Maluku untuk bersepakat menjadikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional.
Bertolak dari MoU dimaksud maka Gubernur Maluku mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 19 tahun 2014 tentang Pembentukan Lembaga Pengelola Lumbung Ikan Nasional Maluku yang diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi Maluku.
Begitu besar harapan masyarakat Maluku yang mendesak agar Gubernur Maluku menyampaikan surat permohonan pada Presiden RI Ir. Joko Widodo untuk menyetujui dibuatnya payung hukum Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional. Permintaan Gubernur Maluku diterima oleh Presiden RI membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan RI bersama Kementerian/lembaga terkait di pusat bersama Pemda Provinsi menyusun payung hukum yakni Peraturan Presiden (Perpres) tentang Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional dan Perpres tersebut telah diharmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM RI pada tanggal 21 Oktober 2015.
Perpres Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional dalam proses penyiapan untuk diparaf oleh Kementerian terkait sebelum diajukan oleh Menteri Sekretaris Negara pada Presiden ternyata Menteri Hukum dan HAM telah paraf, Menteri Sekretaris Kabinet RI telah paraf, Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman RI telah paraf, namun hanya menteri Kelautan Perikanan RI yang belum paraf menyebabkan Presiden RI Ir. Joko Widodo belum menandatangani Perpres tersebut. Olehnya dari tahun 2015 hingga 2019 ini masyarakat Maluku menanti dengan hati yang gelisah karena sebentar lagi masa kepemimpinan Menteri Susi berakhir dan masih bisakah Perpres itu terwujud menjadi kado yang mengatasi penantian yang panjang.
Seiring dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan RI di Maluku mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 56 tahun 2014 tentang Moratorium bagi kapal-kapal ex asing yang beroperasi di Indonesia menyebabkan kurang lebih 1000 kapal ikan ex asing di Maluku tidak dapat beroperasi dan sejalan dengan itu ada larangan pula bagi kapal-kapal Cantrang yang beroperasi di pantai utara pulau jawa. Berdasarkan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan RI itu, maka terjadi pengangguran, peningkatan kemiskinan serta pertumbuhan ekonomi di Maluku bergerak lambat bahkan berdampak pada tidak tercapainya kebutuhan alokasi BBM yang disiapkan pertamina dan transaksi perbankkan menjadi lesu.
Sejalan dengan itu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI mengeluarkan ijin penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718 Laut Arafura sebanyak 1640 kapal yang mempunyai cek point adalah Pelabuhan Perikanan Pantai Dobo yang merupakan Pelabuhan Kewenangan Provinsi Maluku dan tidak ada ABK yang berasal dari anak Maluku karena kapal-kapal tersebut merupakan kapal dari Pulau Jawa.
Dalam hal kewenangan di bidang Perikanan Tangkap Gubernur Maluku melalui Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) baru mengeluarkan ijin sebanyak 288 kapal ukuran 10-30 Gross Tonage bila dibandingkan dengan kapal-kapal yang menjadi kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan RI dari ukuran kapal di atas 30 Gross Tonage sebanyak 1640 kapal dimana berdasarkan laporan kepala Pelabuhan Perikanan Pantai Dobo bahwa produksi ikan yang keluar dari pelabuhan di maksud pada tahun 2018 sebanyak 51.799 ton.
Bila produksi ikan pada tahun 2018 sebanyak 51.799 ton di hitung berdasarkan harga jual ikan lokal di kota dobo sebesar Rp. 30.000/kg maka jumlah uang yang di bawa keluar dari dobo sebanyak Rp. 1,5 Triliyun. Padahal Provinsi Maluku tidak dapat PAD dari produksi dimaksud.
Fakta yang disampaikan diatas memberi makna bahwa maluku sejak awal terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah memperlihatkan dukungan yang besar karena Maluku salah satu dari delapan provinsi yang lahir sejak terbentuknya NKRI hingga kini sumber daya alam baik di darat maupun di laut di kelola untuk mencukupkan kebutuhan negara namun masyarakat Maluku menaru harapan atas kebijakkan Pemerintah Pusat untuk menjadikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional tak kunjung tiba.
Pada tanggal 11 Desember 2014 Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti berpidato di rapat Paripurna DPRD Provinsi Maluku di gedung Karang Panjang Ambon, Menteri Susi menyatakan bahwa saya menyiapkan dana sebesar Rp. 1 Triliun untuk membiayai Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional.
Selain itu, pidato Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada acara kuliah umum di kampus Universitas Pattimura Ambon pada tanggal 15 Desember 2016 Menteri Susi masih menyebut bahwa saya akan menyediakan Rp. 4 Triliyun untuk membiayai Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional tapi tolong Gubernur Maluku menggantikan namanya jangan pakai Maluku Sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN).
Akhirnya, nama LIN dipercakapkan lagi lewat pertemuan yang diprakarsai Gubernur Maluku untuk mengundang para pakar dari IPB, Universitas Pattimura, LIPI, Kabupaten/Kota se Maluku dan instansi terkait serta stekholder untuk menemukan nama lain dari LIN sesuai permintaan Menteri susi. Akhirnya nama lain dari LIN itu didapatkan adalah Sentra Perikanan Laut Nasional (SILAN). Walaupun berganti nama tapi janji Menteri Susi pupus sudah harapan masyarakat Maluku. Selamat jalan janji.